Alasannya simpel, keduanya adalah loyalis PT Liga Indonesia. Merunut sejarah ke belakang, operator liga pimpinan Joko Driono memiliki hubungan harmonis dengan Arema Cronus atau yang dulu disebut Arema ISL dan itu masih tetap berlaku. Mari kembali ke musim 2012 silam.
Saat PT LIPS memiliki Indonesian Premier League (IPL), PT Liga Indonesia tetap melanjutkan kompetisi dan Arema ISL adalah salah satu pesertanya. Tanpa melihat bagaimana kondisi saat itu, kompetisi ISL terus berjalan dengan mengumpulkan klub-klub yang loyal.
Arema tak sempat lagi menyelesaikan konflik atau dualisme klub, karena operator liga masing-masing mencari pengaruh dengan merekrut klub yang setia. Arema ISL yang waktu itu masa depannya suram, menemukan kembali kehidupannya berkat eksistensi PT Liga.
Dari situ ada hubungan mutualis. Secara tak sadar ada pengakuan dan jaminan bahwa Arema ISL aman bersama PT Liga Indonesia. Kecuali terkena degradasi, Arema akan tetap akan menjadi peserta ISL dan tidak bisa dirontokkan keputusan siapa pun, termasuk BOPI. Itu sudah menjadi tanggung jawab moril PT Liga Indonesia.
Analisa saya menjadi kenyataan ketika Joko Driono mengatakan tak mungkin menggelar kompetisi tanpa Arema dan Persebaya, tepat setelah ada rilis dari BOPI. Itu memang manuver lumrah dilakukan operator liga, rela pasang badan karena Arema adalah salah satu klub yang berperan dalam bertahannya eksistensi PT Liga.