Dua Penerbang dari Bawah Mistar Gawang

Arpan Rachman, Jurnalis
Minggu 01 Agustus 2010 18:08 WIB
Share :

SOLO - Kiper bagus jadi idola penonton. Kebolehan orang nomor satu terbang melayang menangkap, menghalau atau menepis si kulit bundar adalah hiburan yang lebih indah dari film Superman.
 
Olimpiade 1956 mengenang Si Laba-laba Hitam, Lev Yashin. Legenda yang membawa Uni Sovyet meraih medali emas. Negeri Beruang Merah itu menggagalkan Djamiat Dhalhar cs mencetak gol dalam dua kali laga kualifikasi yang bersejarah bagi timnas Indonesia di Melbourne.
 
Pembukaan Piala Dunia 1990. Pers Italia menjuluki Thomas N’Kono sebagai Dewa Tangan Seribu. Penjaga gawang Kamerun yang berhasil mementahkan tembakan Diego Maradona dkk.
 
Di orbit nasional, kita kenal Yudo Hadiyanto, yang digelari Macan Terbang di skuad PSSI era 70’an. Satu dasawarsa kemudian baru muncul lagi bakat cemerlang di tangan Hermansyah dari PSSI Garuda, yang tinggal dua langkah saja menjejakkan kaki ke Meksiko 1986 seandainya kesebelasan kita tidak kalah dari Korea Selatan (pemenang laga perebutan juara Grup B Asia itu ditandingkan lagi melawan juara Grup A Jepang).
 
Pemain hebat biasanya hasil didikan pelatih yang hebat pula. Sejak Hendrik Montolalu – mantan bintang PSSI bernomor punggung 1 – pulang ke kampungnya di Minahasa, dari sana kemudian bertebaran generasi muda yang kokoh berjaga di bawah mistar gawang. Fance Hariyanto, Jendry Pitoy, Feri Rotinsulu: tiga di antara mereka.
 
Nama terakhir jadi idola publik Jakabaring. Karir pemain berjuluk FR12 itu melesat tinggi karena piawai membaca arah tendangan penalti. Feri awalnya seorang pemain tradisional bermodal bakat keturunan dari ikatan hubungan kerabat dengan pamannya, Ronny Paslah, bekas kiper timnas Merah-Putih juga.
 
Dia meniti karirnya tanpa bantuan kroni, melainkan hasil keringat dari kebolehan dua tangan cekatan. Yel-yel Jakabaring sering berkumandang bila sebuah penyelamatan krusial terjadi di mulut gawang, “Terima kasih, Feri ganteng, Feri ganteng…”
 
Tapi kiper adalah “orang lain” bagi sepuluh pemain lain. Tak pernah ada anak yang mau disuruh jaga gawang kalau bermain di tanah lapang.
 
Filosofi “tak mau jaga gawang” bahkan terbawa ke sepakbola profesional di Benua Biru. Tanah Britania jarang mendapat kiper berbakat. Terakhir, Carson melakukan blunder konyol di Afrika Selatan 2010. Siapa kekasih yang menyeka duka Carson? Behind every successful man, stand’s a woman telling him that he’s wrong, kata pepatah Inggris.
 
Di samping Feri Rotinsulu, telah mendampinginya dalam suka dan duka, bekas sprinter Anissa Katarima. Mereka menikah bahagia, kini dikaruniai buah hati yang lucu.
 
Tapi peran pelatih kiper Sriwijaya FC Indrayadi juga tidak kecil. Indra, bekas penjaga gawang PS Palembang, yang dekade 90’an memperkuat PSSI B di Piala Merlion, Singapura. Kiatnya bermain di bawah mistar dulu telah diduplikasi oleh Rotinsulu dengan baik bahkan jauh lebih sempurna.
 
Tiga teknik elementer meredam bola penalti harus dicamkan benar. Pertama, perhatikan saja ke mana arah pandangan pertama mata pemain yang hendak menendang setelah dia memegang bola dan mendudukannya ke titik putih. Kedua, jangan bergerak menangkap lebih dulu sebelum bola ditendang. Sisanya, tinggal adu mental. Penalti memang soal dua cara: menendang dan menangkap saja.
 
FR12 bertemu lawan sepadan. Tandingannya secara jantan malam ini kepiawaian kiper muda Kurnia Meiga. Mereka akan tampil dalam final Piala Indonesia 2010, Minggu (1/8/2010), antara Sriwijaya FC versus Arema Indonesia di Stadion Manahan, Solo.
 
Meiga tentu tak mau dibilang pemuda tanggung. Dia bergelar pemain terbaik Liga Super Indonesia 2010, berarti sudah jadi pendekar juga. Itu dia adik kandung Ahmad Kurniawan (yang menyingkat namanya: AK, mantan penjaga gawang Persita Tangerang dan Semen Padang), jadi bila harus mengandalkan kerabat di luar lapangan dia juga punya.
 
AK punya anting-anting yang bergantung di kuping kanan. Sama persis nyentriknya dengan bekas cadangan Hermansyah di skuad PSSI PPD 85 dulu, Donny Lattuperissa. Donny, adik kandung Reno yang gelandang kuat Petrokimia Gresik, berhias rajah tatto di tangan kanan, bertuliskan: CONNY.
 
Aduh, kenapa jadi membicarakan anting-anting, tatto, dan kroni antarpemain bola? Salah sendiri... Di luar adu tendang penalti, tampaknya antara Feri dengan Kurnia: siapa lebih sering “terbang” dia yang menang di final Piala Indonesia 2010. Gol!

(Azwar Ferdian)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Bola lainnya