NYATAKAN sikap soal tragedi Kanjuruhan, Presiden Arema FC sebut dirinya berdiri untuk pemain dan suporter. Gilang Widya selaku Presiden Arema FC berharap agar tragedi Kanjuruhan menjadi bahan introspeksi bagi para pemangku kepentingan di sepakbola Indonesia.
Tragedi Kanjuruhan menjadi momentum terkelam dalam sepakbola Indonesia. Bagi Arema FC, tak hanya kehilangan 135 nyawa yang sebagian besar adalah Aremania, melainkan juga dijatuhi sanksi dengan harus tampil 250 km dari Malang pada pentas Liga 1 2022-2023.
Selain itu Arema juga dijatuhi hukuman denda Rp250 juta Rupiah. Enggan memikirkan sanksi tersebut, manajemen Arema kini sedang berfokus pada penanganan korban dan menyelesaikan persoalan trauma psikis pemain dan ofisial.
Di sisi lain, pihak suporter menuntut Arema untuk bersuara menanggapi sikap PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) yang dinilai setengah-setengah dalam mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan. Publik menilai PSSI acuh tak acuh dalam menanggapi rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) dan enggan bertanggung jawab dengan menggunakan tameng regulasi.
Menanggapi hal itu, Gilang kemudian angkat suara. Gilang ingin agar tragedi Kanjuruhan menjadi bahan introspeksi pemangku kepentingan sepakbola Indonesia.
“Kami menginginkan tragedi ini adalah yang terakhir di sepakbola Indonesia dan menjadi bahan intropeksi seluruh stakeholder sepakbola nasional, baik federasi, klub maupun suporter demi perbaikan pesepakbolaan Indonesia,” kata Gilang dilansir laman resmi klub, Minggu (23/10/2022).
Gilang juga menegaskan bahwa manajemen Arema selalu berada di pihak pemain dan suporter. Dirinya ingin agar tragedi Kanjuruhan diusut setuntas-tuntasnya.
“Kami berdiri untuk pemain dan suporter, sehingga kami berharap tragedi Kanjuruhan ini bisa diusut secara tuntas oleh semua pemangku kebijakan. Tidak ada sepakbola yang melebihi nyawa,” tutupnya.
(Dimas Khaidar)