Mereka datang dengan pakaian serba hitam dan membawa lilin, menanggalkan atribut kebanggaan, menghormati rekan-rekan dari Arema FC yang sedang berduka. Memanjatkan doa bagi korban Tragedi Kanjuruhan berserta keluarga yang ditinggalkan.
"Arema, Arema, Arema, kita di sini, Arema,” sahut suporter lainnya.
Hanya chant itu yang terus menggema. Mengangkat lilin di tangan setinggi-tingginya, dengan meneriakkan AREMA sekencang-kencangnya. Seakan seluruh rivalitas hilang. Adu chant, adu atribut, adu mulut demi mendukung tim kebanggaan yang biasanya terjadi saat laga berlangsung, seketika sirna.
Tanggal 1 Oktober akan selalu diingat sebagai hari kelam bagi sepakbola Tanah Air. Di mana sejarah baru yang begitu buruk tercipta. Tapi satu yang pasti dan terkenang di hati bahwa kalimat "Tak ada satu kemenangan pun yang sebanding dengan nyawa", "Tak ada sepakbola seharga nyawa" terus terpatri karena itu harga mati.
Diketahui sebelumnya, kerusuhan terjadi usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya di lanjutan pekan ke-11 Liga 1 2022-2023, Sabtu 1 Oktober 2022 malam WIB. Ketika itu ribuan Aremania langsung tumpah ruah ke lapangan Stadion Kanjuruhan setelah Arema FC menelan kekalahan 2-3 dari Persebaya.
Sampai saat ini, dari data yang dihimpun Polri ada 125 korban dari kerusuhan tersebut. Di sisi lain, Federasi Sepakbola Indonesia (PSSI) juga sudah mengambil langkah untuk melalukan investigasi terkait kasus ini. Sedangkan PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) selaku operator Liga, secara resmi memberhentikan Liga 1 2022-2023 dalam sepekan ke depan.
(Hakiki Tertiari )