Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Jelang Final Copa del Rey

Kala Supremasi Politis Mengangkangi Sepakbola

Randy Wirayudha , Jurnalis-Senin, 27 Februari 2012 |14:21 WIB
Kala Supremasi Politis Mengangkangi Sepakbola
Aksi Lionel Andres Messi vs Fernando Llorente Torres di final Piala Raja, takkan bisa disaksikan di Santiago Bernabeu (Foto: Getty Images)
A
A
A

MADRID – Putusan akhir telah dijatuhkan RFEF (PSSI-nya Spanyol), final Copa del Rey sudah dipastikan takkan digelar di Estadio Santiago Bernabèu, markas kebanggaan Real Madrid. Kini, RFEF, Barcelona dan Athletic Bilbao harus duduk bersama untuk memutuskan venue final yang baru.

Sebelumnya, penolakan publik Madrid untuk menjadi tuan rumah bagi Barca dan Bilbao, sempat menjadi perbincangan hangat di publik Spanyol. RFEF yang sempat bernegosiasi kembali dengan petinggi Madrid, ternyata melahirkan deadlock dan memaksa RFEF harus mencari venue baru.

Presiden RFEF, Ángel María Villar sudah mengeluarkan pernyataan, laga final yang rencananya dihelat 25 Mei mendatang, akan dicarikan solusi baru, setelah perundingan dengan Suprema de Madrid, Florentino Pérez tak menghasilkan solusi positif.

Berawal dari faktor-faktor politis, Madrid tetap memegang teguh prinsipnya, tak ingin hanya menjadi penonton di final Copa yang menyuguhkan pertarungan dua musuh politisnya, Katalan (Barca) dan Basque (Bilbao).

“Madrid sudah mendeklarasikan secara resmi dan mereka tetap menolak. Florentino (Pérez) telah membicarakan hal ini kepada federasi dan dia melayangkan keputusan penolakannya,” papar Villar, sebagaimana disitat Soccerway, Senin (27/2/2012).

Sebelumnya, kubu Los Leones sempat menyerukan kepada RFEF agar tetap menekan petinggi Madrid untuk tetap menggelar final di ibukota. Tapi ternyata Villar tetap ingin ‘menghargai’ keputusan Madrid yang tak ingin menjamu kedua musuhnya, baik di sepakbola maupun ranah politik.

“Athletic sebelumnya bersikeras, tapi jika memang tidak bisa digelar di Bernabèu, ya tetap tidak bisa,” lanjut Villar.

“Opsi baru belum dipastikan. Kedua tim harus berembuk dan kami akan mendengarkan pendapat mereka, seperti yang selalu kami lakukan,” tuntas sang presiden RFEF.

Ya, kejadian di atas sudah membuktikan, bahwa serupa dengan rasisme, ‘mungkin’ akan selamanya sepakbola akan terus bersinggungan dengan politik dan bahkan terus mendikte sepakbola.

Madrid yang secara politis sejak dulu dengan Katalan dan Basque, tetap tak bisa berkompromi walaupun mengatasnamakan sepakbola yang menjunjung tinggi asas fair play dan respek terhadap sesama.

(Randy Wirayudha)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita bola lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement