Akan tetapi, Kurniawan tetap bersikukuh dengan keinginannya menjadi seorang pesepakbola. Dalam satu waktu, Kurniawan sampai merengek nangis untuk didaftarkan ke Sekolah Sepak Bola (SSB) yang ada di Magelang.
“Saya pernah nangis di angkot, minta turun dan didaftarkan di sekolah sepakbola di Magelang. Bapak pun akhirnya mau menuruti permintaan saya,” ungkapnya.
Pada akhirnya Kurniawan pun ikut bermain sepakbola di SSB Wajar, yang ada di daerah Magelang. Meski tak mendapat restu penuh dari orang tua, Kurniawan memperlihatkan kemampuannya.
Singkat kisah, pada 1994, ketika itu ada program kerja sama PSSI dengan sepakbola Italia. Kurniawan dilirik oleh salah satu tim sepakbola Italia, Sampdoria. Ia pun mulai meniti karier sepakbolanya dengan serius.
BACA JUGA:Daftar Anggota TGIPF Insiden Stadion Kanjuruhan, Ada Akmal Marhali Hingga Kurniawan Dwi Yulianto
Bahkan, Kurniawan pun sempat diboyong oleh tim senior Sampdoria pra musim ke sejumlah negara. Kendati demikian, kariernya tak berlanjut di Sampdoria. Ia hijrah ke tim Swiss, FC Luzern.
Di Swiss ia bertahan satu tahun, sebelum akhirnya kembali ke Indonesia bergabung dengan Pelita Jaya pada tahun 1995. Sejak itu, kariernya terus mencuat hingga dipercaya debut bersama Timnas Indonesia pada 4 Desember 1995 ketika usianya masih 19 tahun.
Kurniawan pun gantung sepatu ketika usianya menginjak 38 tahun pada 2014 silam. Selama membela Timnas Indonesia, ia sudah mengemas 59 caps dengan 33 gol, meski sayangnya ia belum berhasil memberikan trofi untuk skuad Garuda sampai pensiun.
(Hakiki Tertiari )