BESIKTAS – Mantan penjaga gawang Liverpool, Loris Karius, menceritakan pedihnya mendapat kritikan tajam usai gagal mengantar The Reds -julukan Liverpool- juara Liga Champions 2017-2018. Ia merasa kritik yang diberikan publik kepadanya tidak adil, mengingat perjuangan keras yang sudah turut dilakukannya pada laga final tersebut.
Pil pahit memang harus ditelan Liverpool pada final Liga Champions 2017-2018. Mereka harus mengubur impian untuk memetik gelar juara Liga Champions pada musim tersebut karena takluk dari Real Madrid di partai final dengan skor 1-3.
Karius pun menjadi salah satu pemain yang paling disalahkan atas kegagalan tersebut. Sebab, penampilannya dinilai buruk pada laga tersebut sehingga banyak melakukan blunder yang berbuntut pada kekalahan Liverpool.
Usai laga digelar, kritik tajam terus menghujani Karius. Bahkan, ia mengaku mendapat beragam teror dari publik akibat kesalahannya tersebut. Kondisi ini sangat disayangkan oleh kiper asal Jerman tersebut. Sebab, ia merasa sudah turut berjuang keras untuk bisa membawa Liverpool merengkuh hasil manis dalam laga tersebut.
BACA JUGA: AC Milan Urungkan Niat untuk Dapatkan Adam Lallana dari Liverpool
"Percayalah, saya sudah belajar banyak dari itu! Saya harus menghadapinya dengan lebih agresif. Saya mengalami gegar otak setelah bentrokan keras dengan Sergio Ramos, yang membatasi penglihatan spasial saya. Ini benar-benar dipastikan dalam studi rinci oleh salah satu spesialis otak terkemuka di dunia,” ujar Karius, sebagaimana dikutip dari Goal, Kamis (16/4/2020).
Follow Berita Okezone di Google News
“Awalnya, saya senang mengetahui apa yang terjadi. Saya tidak ingin memublikasikannya sendiri. Ketika hasilnya dirilis, ada banyak kebencian dan penghinaan. Saya tidak pernah menggunakannya sebagai alasan. Tetapi ketika orang-orang mengolok-olok seseorang yang telah melukai kepala mereka, saya tidak mengerti,” lanjutnya.
Perjuangan kerasnya terllihat hingga Karius dinyatakan mengalami gegar otak dalam laga tersebut usai mendapat benturan keras dari Sergio Ramos. Tetapi, publik tetap tak menerima kondisinya dan terus melontarkan kritik tajam.
“Ketika saya baru berusia 24 tahun, saya berada di final Liga Champions. Hanya Manuel Neuer dan Marc-Andre ter Stegen di antara kiper aktif Jerman yang telah bermain di final. Semua upaya dan penampilan baik saya sebelumnya tiba-tiba tidak lagi relevan. Reaksi-reaksi itu tidak sopan. Kesalahan diukur dengan dimensi yang berbeda, bahkan abnormal, dan tidak dinilai secara adil,” tutur Karius.
“Kami para pemain menghadapi permusuhan ekstrem di internet. Jika Anda membaca setiap pesan, Anda tidak akan bisa tidur selama dua hari. Itu gila, apa yang orang katakan, menghina orang lain, mendiskriminasi mereka dan kemudian menjadi rasis. Jika ada penghinaan pribadi atau ancaman kematian, garis itu kemudian dilewati. Ada beberapa dari mereka mengancam saya dengan kematian. Tapi, saya tidak bisa menganggapnya serius. Mereka adalah orang-orang yang menulis secara anonim dan bahkan tidak menunjukkan wajah mereka di profil mereka,” tutupnya.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.