“Perasaannya senang dan bangga. Tapi bangganya setengah-setengah takut dibilang sombong, kalau terlalu bangga dibilang jemawa jadi sepantasnya saja. Karena kebanyakan ada juga yang macam enggak senang. Ada juga yang bahagia karena akhirnya ada pemain Medan yang bisa mewakili. Karena selama 14 tahun danone itu belum ada orang Medan yang bisa mewakili Indonesia,” ucap kakak tertua dari empat bersaudara itu.
Syifa juga berharap awal mula kariernya ini bisa membuat dirinya melangkah jauh. Mimpi besarnya kini adalah bisa merumput di Eropa. Salah satu cita-cita yang sangat ingin ia capai adalah bisa bermain di akademi Barcelona.
“Tetapi ini langkah awal, kalau ini bisa dilewati, jalan ke depannya lebih mudah. Inginnya paling tidak dilirik pemandu bakat di Eropa sama tim-tim besar. Inginnya bisa ke Barcelona karena akademinya terkenal atau enggak usah tim-tim besarlah, tim-tim kecil di Eropa saja sudah senang,” ujar Syifa.
Kini dengan kesempatan yang ia miliki, Syifa berharap bisa mengikuti jejak sang idolanya yakni George Weah. Seorang pesepakbola yang berasal dari negara tidak terpandang yakni Liberia di Afrika, tetapi mampu berkancah ke level dunia hingga merebut trofi Ballon d’Or pada 1995.
“Salah satu idola saya adalah George Weah yang berasal dari negara miskin yakni Liberia. Dia bisa dapat Ballon d’Or dan menjadi pemain Afrika pertama yang dapat Ballon d’Or dan bahkan sekarang dia menjadi Presiden (Liberia),” lanjutnya.
Tetapi, tugas Syifa belumlah usai. Ia masih harus merebut mimpi tersebut lewat perjalanan yang sangat panjang. Tak perlu terlalu jauh, kini tugas Syifa dan rekan-rekannya adalah untuk membanggakan Indonesia di Danone Nations Cup 2019. Ia pun berhasrat untuk membuktikan pada dunia bahwa sepakbola Indonesia tidak bisa dipandang remeh.
“Saya ingin tunjukkan bahwa bintang sepakbola itu enggak selalu lahir dari negara-negara sepakbola yang besar. Saya ingin menunjukkan Indonesia juga bisa menjadi juara dunia dan menunjukkan kemampuan kami pada mereka semua,” tutup Syifa.
(Bagas Abdiel)