Andai Kluivert berhasil membawa Indonesia tembus ke putaran final Piala Dunia 2026, namanya akan tercatat abadi dalam sejarah bangsa. Begitu pula dengan Erick Thohir, yang akan diukir sebagai Ketum PSSI tersukses sepanjang sejarah dan Menpora tersukses karena sukses mewujudkan mimpi puluhan tahun.
Kelolosan ini bisa memicu perayaan besar-besaran, bahkan mungkin hari libur nasional, dan Kluivert bisa saja dibuatkan patung di tempat ikonik seperti Gelora Bung Karno sebagai simbol pencapaian tak terlupakan.
Namun, kegagalan akan terasa pahit, terlepas dari target yang sejatinya dicanangkan untuk 2034. PSSI telah menggelontorkan investasi besar untuk naturalisasi pemain, yang prosesnya memakan waktu dan biaya besar, serta merekrut pelatih berkelas dunia sekelas Kluivert.
Jika hasil di babak keempat tidak sesuai harapan, kritik keras akan tertuju pada Erick Thohir atas investasi yang dianggap gagal menuai hasil instan, dan kepada Kluivert yang didatangkan dengan harapan tinggi.
Pada akhirnya, semua penilaian akan datang setelah peluit akhir babak keempat ditiup. Apakah 180 menit krusial ini akan melahirkan legacy besar bagi Erick dan Kluivert, atau justru menjadi awal badai kritik terhadap kebijakan ambisius mereka? Jawabannya akan terlihat di lapangan, ketika Skuad Garuda berjuang habis-habisan demi mimpi 286 juta masyarakat Indonesia.
(Rivan Nasri Rachman)