LAGA di Babak Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia menjadi agenda krusial yang menentukan sekaligus panggung pertaruhan besar bagi Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, dan pelatih Patrick Kluivert. Jika Timnas Indonesia berhasil lolos, sejarah baru akan terukir dan nama keduanya akan abadi. Namun, jika gagal, gelombang kritik pedas terhadap ambisi naturalisasi dan performa tim tak terhindarkan.
Timnas Indonesia saat ini berstatus underdog di Grup B babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, menghadapi lawan kuat seperti Arab Saudi (tuan rumah) dan Irak. Untuk mengamankan tiket lolos langsung ke Piala Dunia 2026, Skuad Garuda wajib menjadi juara grup. Tantangan yang berat ini berbanding lurus dengan besarnya investasi yang telah digelontorkan PSSI di bawah komando Erick Thohir.
Kedalaman skuad Garuda saat ini terbilang "mewah," sebuah hasil dari proyek naturalisasi besar-besaran yang ditujukan untuk satu tujuan utama: membawa Timnas Indonesia mendunia, khususnya memanfaatkan peluang di Piala Dunia 2026 (AS, Kanada, Meksiko).
Kluivert sendiri menepis jarak menuju mimpi itu. Ia menyebut perjuangan Timnas Indonesia hanya berjarak 180 menit saja, sebuah pandangan optimistis yang mengacu pada dua laga penentu Grup B.
"Kami hanya berjarak 180 menit lebih sedikit dari Piala Dunia. Jadi, tujuan kami adalah melakukan apa yang harus kami lakukan dan lolos,” kata Kluivert usai memimpin latihan Timnas Indonesia di Jeddah, Senin 6 Oktober 2025 lalu.
Kendati demikian, perjalanan Timnas Indonesia dihadapkan pada tantangan nonteknis yang merugikan. Mulai dari lokasi pertandingan yang tidak netral (semua digelar di Arab Saudi), pembatasan kuota suporter, hingga penunjukan seluruh perangkat pertandingan—mulai dari wasit utama hingga VAR—yang semuanya berasal dari Kuwait, negara di Asia Barat, sama seperti Arab Saudi.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran publik akan potensi ketidakadilan, mengingat PSSI sulit melakukan lobi karena Presiden AFC, Salman bin Ebrahim Al Khalifa, juga berasal dari Timur Tengah.
Meskipun dihadapkan pada rintangan nonteknis dan lawan yang berat, peluang Timnas Indonesia tetap terbuka. Kluivert telah membuktikan kualitasnya dengan membawa Skuad Garuda menembus babak keempat Kualifikasi Piala Dunia, pencapaian yang belum pernah terjadi dalam sejarah modern sepak bola Indonesia.
Andai Kluivert berhasil membawa Indonesia tembus ke putaran final Piala Dunia 2026, namanya akan tercatat abadi dalam sejarah bangsa. Begitu pula dengan Erick Thohir, yang akan diukir sebagai Ketum PSSI tersukses sepanjang sejarah dan Menpora tersukses karena sukses mewujudkan mimpi puluhan tahun.
Kelolosan ini bisa memicu perayaan besar-besaran, bahkan mungkin hari libur nasional, dan Kluivert bisa saja dibuatkan patung di tempat ikonik seperti Gelora Bung Karno sebagai simbol pencapaian tak terlupakan.
Namun, kegagalan akan terasa pahit, terlepas dari target yang sejatinya dicanangkan untuk 2034. PSSI telah menggelontorkan investasi besar untuk naturalisasi pemain, yang prosesnya memakan waktu dan biaya besar, serta merekrut pelatih berkelas dunia sekelas Kluivert.
Jika hasil di babak keempat tidak sesuai harapan, kritik keras akan tertuju pada Erick Thohir atas investasi yang dianggap gagal menuai hasil instan, dan kepada Kluivert yang didatangkan dengan harapan tinggi.
Pada akhirnya, semua penilaian akan datang setelah peluit akhir babak keempat ditiup. Apakah 180 menit krusial ini akan melahirkan legacy besar bagi Erick dan Kluivert, atau justru menjadi awal badai kritik terhadap kebijakan ambisius mereka? Jawabannya akan terlihat di lapangan, ketika Skuad Garuda berjuang habis-habisan demi mimpi 286 juta masyarakat Indonesia.
(Rivan Nasri Rachman)