Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, menduga ditembakkannya gas air mata karena pihak keamanan tidak memahami regulasi FIFA. Dalam pandangannya, pihak keamanan menggunakan prosedur demonstrasi untuk membubarkan massa.

(Momen polisi menembakkan gas air mata ke penonton. (Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto)
“Saya tidak menyalahkan secara langsung pihak keamanan. Ketika terjadi kerusuhan, otomatis mereka menggunakan aturan, mungkin prosedur huru-hara dan aturan mengatasi demonstrasi,” kata Dede Yusuf kepada MNC News.
“Ini sebenarnya yang tidak disepakati bersama. Semestinya, pengamanan yang masuk di lapangan, selain ada steward dan sebagainya, itu harus mengikuti standar FIFA tadi,” ujar Dede Yusuf.
Insiden yang menewaskan 125 orang meninggal dunia ini merupakan yang terparah dalam sejarah kerusuhan pertandingan sepakbola di Indonesia dan yang kedua di dunia. Sebelumnya, insiden terparah terjadi di Peru saat Timnas Peru menghadapi Argentina di Kualifikasi Piala Dunia pada 1966, yang mana mengakibatkan 328 orang tewas!
Sekarang yang jadi pertanyaan, siapa yang paling bertanggung jawab atas kejadian ini? Pihak-pihak terkait seperti PSSI, PT Liga Indonesia Baru (LIB) hingga Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC jadi yang paling bertanggung jawab.
Sejak awal, pihak kepolisian sudah mendorong agar laga Arema FC vs Persebaya Surabaya digelar pada sore hari. Alasannya jika laga digelar srore hari, pihak keamanan bakal lebih mudah dalam mengontrol massa atau suporter.
Namun, surat permohonan perubahan jadwal pertandingan yang diajukan kepolisian justru ditolak PT LIB. Sekjen PSSI, Yunus Nusi, mengungkap kenapa Panpel Arema FC dan PT LIB kekeuh menggelar laga pada malam hari. Alasannya karena suporter tim tamu, Persebaya Surabaya, tidak diizinkan datang ke Malang, sehingga bentrokan diprediksi takkan terjadi.

(PT LIB kekeuh gelar laga Arema FC vs Persebaya Surabaya pada malam hari)
Padahal, tak ada jaminan kerusuhan takkan terjadi meski suporter tim tamu tidak hadir. Ambil contoh laga Persib Bandung vs Persebaya Surabaya di matchday kedua Grup C Piala Presiden 2022.
Saat itu, dua suporter meninggal dunia karena berdesakan saat hendak memasuki Stadion Gelora Bandung Lautan Api. Padahal, suporter Persebaya Surabaya saat itu tidak hadir di Stadion Gelora Bandung Lautan Api.
"Pertama kita ketahui bahwa kepolisian mengajukan permohonan untuk dilaksanakan di sore hari, tetapi oleh PT LIB dan panpel melakukan diskusi dan terjadi kesepahaman bersama bahwa dengan beberapa persyaratan salah satunya untuk tidak menghadirkan suporter lawan ke stadion,” kata Yunus Nusi dalam konferensi pers pada Minggu 2 Oktober 2022.
"Itu yang menjadi rujukan dari pihak panpel dan LIB untuk berpositif thinking bahwa sulit akan ada kerusuhan ketika tidak ada rivalitas dan tidak ada suporter dari Persebaya yang datang ke Malang," tutup Yunus Nusi.