TIMNAS wanita Indonesia dipatok target tinggi pada gelaran Piala Asia Wanita 2038 mendatang oleh Federasi Sepakbola Indonesia (PSSI). Mengenai hal itu, Sekertaris Jenderal Asosiasi Sepakbola Wanita Indonesia (ASBWI), Souraiya Farina Alhaddar mengatakan bibit berbakat harus dicari dari sekarang untuk memenuhi target besar itu.
Sebagaimana diketahui, Timnas Indonesia Wanita belum bisa berbicara banyak di Piala Asia Wanita 2022 silam. Garuda Pertiwi -julukan Timnas Indonesia Wanita- babak belur di Grup B Piala Asia Wanita 2022.
(Timnas Wanita Indonesia saat sesi latihan)
Belajar dari kesalahan tersebut, Timnas Indonesia Wanita terus diminta berbenah agar bisa bersaing di level Asia, bahkan dunia. Terlebih lagi, PSSI mempunyai proyeksi Timnas Indonesia Wanita bisa masuk semifinal di Piala Asia Wanita 2038.
Oleh sebab itu, Souraiya Farina meminta pencarian bibit berbakat sudah mulai dilakukan dari sekarang. Berbicara di Podcast Aksi Nyata Partai Perindo, Sabtu (9/7/2022), Souraiya Farina berharap ‘pembibitan bakat’ itu dapat tercapai pada saat itu.
“Kenyataannya saat ini (sepakbola wanita) Indonesia belum bisa berbicara banyak di Internasional, dan juga di Asia. Kenapa demikian? Tentu kalau kita bicara keberhasilan Timnas (Indonesia) itu kita berbicara tentang 10 tahun atau 15 tahun ke belakang,” kata Souraiya Farina dalam acara Podcast Aksi Nyata Partai Perindo, Sabtu (9/7/2022).
“Saat ini, kita ASBWI punya program memulai dari usia 10 tahun. Kenapa? Karena PSSI punya target pada tahun 2038, menjadi semifinalist Piala Asia Wanita 2038,” sambungnya.
“Artinya, ketika kita targetnya 2038 (masuk semifinal Piala Asia Wanita 2038), kita harus mencari bibit berbakat, yang usianya 9, 10, 12 tahun. Harus dimulai dari sekarang,” tambahnya.
Selain perihal pembibitan, Souraiya Farina juga berharap sepakbola wanita di Indonesia bisa perlahan lepas dari stigma. Mengingat, sepakbola wanita masih sering dipandang sebelah mata oleh sebagian orang.
“Kalau stigma (terhadap sepakbola wanita) tentu masih ada, karena kita tidak bisa mengubah secara drastis. Tantangan yang paling berat adalah isu gendernya, tapi kita gamau terus terjebak disitu,” tukas Souraiya Farina
(Hakiki Tertiari )