“Satu-satunya kesulitan di awal adalah terlalu banyak mata tertuju pada saya. Di pertandingan kedua, saya mencetak gol bunuh diri. Saya ingat pada satu pertandingan di ruang ganti orang-orang tidak percaya dengan kesialan yang saya alami. Saya merasa seperti ada magnet di tangan,” tutur Matthijs de Ligt, seperti dimuat Football Italia, Selasa (14/4/2020).
“Penjelasan terbaik dari kesialan saya adalah penalti melawan Jerman. Bola terjatuh, saya melihat ke atas, dan tiba-tiba mengenai lengan. Ketika saya tahu sudah membuat kesalahan atau handball, saya tidak akan marah jika ada orang yang mengatakan sesuatu. Saya justru senang membuat lelucon dari situasi itu,” pungkas pemain kelahiran Leiderdrop itu.
(Mochamad Rezhatama Herdanu)