Enam Deklarasi APPI Menolak Turnamen
JAKARTA – Sejumlah pemain nasional Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) secara resmi mendeklarasikan penolakan penyelenggaraan turnamen. Tujuannya, APPI tidak ingin turnamen dijadikan sebagai jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam sepakbola Indonesia saat ini.
APPI membuat enam pernyataan deklarasi. Keenam poin itu dengan tegas menunjukkan penolakan terhadap banyaknya turnamen sepakbola yang dibuat, menyusul terhentinya liga di Indonesia akibat pembekuan dan sanksi yang diterima PSSI.
Pendeklarasian yang terjadi pada Kamis 14 Januari tersebut dilakukan Presiden APPI Ponaryo Astaman dan Wakil Presiden APPI Bambang Pamungkas. Tak hanya Popon dan Bepe –sapaan akrab keduanya, turut hadir beberapa pemain nasional lain seperti Andritany Ardhiyasa, FX Yanuar, Riyandi, Leo Tupamahu, Ramdani Lestaluhu, Adita Harlan, David Laly, dan Gavin Kwan.
Berikut ini enam poin pernyataan deklarasi APPI:
1. Turnamen yang beberapa kali dilaksanakan saat ini tidak bisa dijadikan solusi atas sepakbola nasional serta memberikan perlindungan yang maksimal kepada pesepakbola.
2. Turnamen justru menjadikan kesenjangan dan ketidakadilan serta ketidakpastian bagi para pesepakbola, khususnya bagi mereka yang klubnya tidak ikut bermain.
3. Pesepakbola mendorong klub-klub untuk tidak mengikuti turnamen-turnamen profesional selanjutanya apabila tidak ada kepastian pelaksanaan liga profesional, hal ini juga demi kepentingan klub-klub.
4. Sesuai situasi dan kondisi sepakbola nasional saat ini, pesepakbola mendesak kepada operator yang berniat menjalankan liga untuk berkoordinasi guna mendapat persetujuan dari pemerintah.
5. Pesepakbola mendorong pemerintah untuk segera menggulirkan kompetisi sepakbola yang profesional dan berjenjang demi kepastian persepakbolaan nasional.
6. Kami Exco APPI bersama pesepakbola lain MENOLAK bermain di turnamen-turnamen profesional selanjutnya hingga ada kepastian dan/atau adanya jaminan kapan diselenggarakannya liga sepakbola profesional di Indonesia.
(Zanel Farha Wilda)
