Pada 1996, mengutip dari buku The Inside Story of The Boy Who Became a Legend, Newell’s mengikuti turnamen internasional Cantolao di Lima, Peru. Sebanyak 25 tim yang berasal dari Argentina, Cile, Kolombia dan Ekuador ambil bagian.
Di akhir kompetisi, Newell’s berhasil menjadi juara dan Messi yang baru berusia sembilan tahun menarik perhatian media-media internasional. Berkat kesuksesan di turnamen yang berhadiah piala lumba-lumba itu, Messi sering diundang ke acara pembukaan-pembukaan pertandingan untuk menunjukkan aksi juggling di tengah-tengah laga.
“Dia sangat istimewa. Dia sangat tenang, dia juga bisa berlari cepat, operan-operan bolanya begitu akurat. Dia bekerja sama dengan baik, tetapi juga mampu mendahului tim lawan. Sepertinya, dia memang mengalami bakat alami untuk bermain sepakbola,” kata Ernesto Vecchio, pelatih kedua Messi di Newell’s.
Ernesto sendiri menangani Messi selama dua tahun (1996-1998). Dalam periode itu, Newell’s dibawa Messi juara di Turnamen Balcarce. Lawan yang dikalahkan tidak tanggung-tangung, sebut saja Boca Juniors, Independiente dan San Lorenzo.
“Tim lawan tidak bisa berbuat banyak karena mereka tidak pernah bisa menguasai bola. Aku ingat Rodas dan Messi-lah si pembawa malapetaka bagi kami. Sekali mereka menguasai bola, kami tidak akan pernah bisa merebutnya. Bahkan para pemain belakang kadang merasa bosan mencoba merebut bola darinya,” kata Lautaro Formica, lawan Messi di masa kecil.
Siapa Rodas yang dimaksud Formica? Ya, Gustavo Ariel Rodas merupakan pesepakbola junior yang digadang-gadang memiliki karier jauh lebih baik ketimbang Messi. Pada usia 16 tahun, Rodas sudah menembus tim utama Newell’s. Namun, karena gagal mengasah bakat alam yang dimiliki, karier Rodas pun meredup dan kini bahkan hanya membela klub Divisi IV Liga Argentina, Estudiantes de Rio Cuarto.
Bersambung…..
(Ramdani Bur)