SEANDAINYA Mario Götze tak pernah meniti kariernya di Borussia Dortmund, barang kali Jerman masih harus menunggu koleksi trofi Piala Dunia keempat mereka. Trofi keempat yang mereka dapatkan pada gelaran Piala Dunia 2014 silam di Brasil.
Götze sendiri merupakan pahlawan Der Panzer (julukan tim nasional Jerman) di final Piala Dunia 2014. Di partai puncak kontra Argentina yang berjalan alot, sebuah gol indah spieler (pemain) Bayern Munich yang comeback ke Dortmund pada bursa transfer musim panas ini, Götze mencetak gol terpenting dalam hidupnya babak tambahan, tepatnya di menit ke-113.
Lionel Messi Cs di kubu Argentina pun tak lagi berdaya melawan. Skor 1-0 jadi hasil akhir yang membuat logo DFB (PSSI-nya Jerman) di jersey mereka, ‘ketambahan’ satu bintang lagi pertanda pemenang Piala Dunia.
Gol indah Götze itu berawal dari sebuah umpan jitu André Schürrle dari sisi kiri (kanan pertahanan Argentina). Bola umpan itu diterima dengan kontrol dada Götze dan dengan satu sentuhan, si kulit bulat dilesakkan Götze dengan finishing kaki kiri nan apik.
Yang pasti, diketahui bahwa skill Götze yang membuahkan gol semacam itu bukan kebetulan. Ya, usut punya usut ternyata Götze sudah sering latihan sentuhan pertama. Bukan dengan bantuan manusia langsung, melainkan dengan sebuah alat, sebuah mesin, sebuah fasilitas bernama Footbonaut.
Alat ini merupakan teknologi pembinaan yang awalnya hanya dimiliki Dortmund – klub yang membesarkan nama Götze. Alat yang nampak berbentuk kandang persegi robotic ini, diciptakan seorang ilmuwan bernama Christian Güttler di Ibu Kota Jerman, Berlin.
Sejak sekira tujuh tahun silam, Die Borussen (sebutan Dortmund) jadi klub di Eropa dan bahkan di dunia yang memiliki teknologi ini. Teknologi yang kini sudah digunakan untuk pembinaan klub di fasilitas akademi muda mereka mulai dari kategori usia di bawah sembilan tahun.
Cara kerjanya secara sederhana bisa disebutkan bahwa di setiap sisi kandang Footbonaut, akan terdapat mesin-mesin pelontar bola. Mesin itu bisa diatur arah, tinggi dan kecepatan datangnya bola kepada pemain yang berada di tengah lapangan.
Seketika setelah bola dilontarkan mesin, nantinya ada satu kotak yang akan menyala hijau dan seketika itu pula setelah satu kali sentuhan kontrol, si pemain yang berada di lingkaran di tengah lapangan harus bisa menendang bola ke kotak berlampu hijau.
Salah satu pelatih akademi muda Dortmund, Mark Pulisic menjelaskan, bahwa alat ini biasanya dikendalikan dari sebuah ruangan yang sudah canggih komputernya. Namun, belum lama ini teknologi pembinaan ini sudah bisa dikendalikan hanya dalam genggaman!
“Kini saya sudah bisa mengendalikan mesin-mesin (pelontar bola) itu di tangan saya. Melalui aplikasi iPhone yang disambungkan dengan software mesin,” terang ayah mittelfeldpieler (gelandang) Dortmund, Christian Pulisic tersebut.
“Alat ini meningkatkan (kemampuan) sentuhan pertama pemain. Alat ini sekarang sudah digunakan tidak hanya untuk tim senior, tapi juga tim U-9 sampai U-19. Kecepatan maksimal bola bisa diatur adalah 100 kilometer (km) per jam. Tapi untuk ukuran pemain profesional, 60-70 km per jam sudah cukup cepat,” tambah pelatih tim U-10 Dortmund asal Amerika Serikat itu.
Mark Pulisic turut mengimbuhkan bahwa alat ini tidak hanya bisa digunakan untuk pemain di posisi verteidiger (bek), gelandang, atau stürmer (penyerang) saja. Melainkan juga sangat berguna untuk melatih refleks torwart (kiper).
Untuk saat ini, belum banyak tim yang cukup beruntung atau merasa membutuhkan alat ini. So far yang sudah punya alat ini setelah Dortmund adalah, TSG Hoffenheim dan Aspire Academy di Qatar.
Berikut Video Demonstrasi Footbonaut di Fasilitas Akademi Dortmund: