Ketika Puasa jadi Alat Politik Sepakbola Iran

Fitra Iskandar, Jurnalis
Rabu 25 Agustus 2010 13:33 WIB
Ali Karimi (putih).(foto:Reuters)
Share :

TEHERAN – Hampir semua liga di dunia tidak mengubah jadwal selama Bulan Ramadhan, terutama liga di benua Eropa dan negara di mana muslim adalah minoritas.
 
Tidak peduli bagaimana pelatih harus ikut menahan sabar lantaran pemain yang menjalani puasa seperti bermain bola di gurun pasir; tak bertenaga dan cepat kelelahan, seperti Mourinho menghadapi Muntari saat masih di Inter.
 
Lain kasus jika berbicara Iran. Saat Ramadan, di negara para mullah ini pertandingan digelar setelah Magrib. Meski muslim diwajibkan berpuasa, tapi otoritas Liga di Iran tidak pernah memaksakan seorang pemain untuk tidak makan dan minum saat jam puasa.
 
Tapi yang terjadi di bulan Ramadan kali ini cukup mengejutkan dan membuat heboh media di Asia. Soalnya adalah klub Steel Azin memecat pemainnya Ali Karimi karena tidak berpuasa.
 
Padahal bukan hanya mantan gelandang Bayern Munich itu saja yang tidak menjalani kewajiban menahan makan dan minum sejak pagi hingga sore hari.Tapi juga sejumlah pemain lain, termasuk 95% teman satu klubnya di Steel Azin.
 
Lalu kenapa Ali Karimi dipecat sementara yang lain bebas? Jangan-jangan ada motif lain.Wartawan Goal Niloufar Momeni mencoba mencari jawabannya.
 
Sejumlah media mengaitkan pemecatan itu dengan peristiwa yang terjadi sepekan sebelum Karimi dijatuhi sanksi. Sebelum pertandingan Steel Azin vs Esteghlal, Karimi melontarkan kritik komite kode etik Pro League. Organisasi yang baru dibentuk ini dipimpin seorang ulama. Tugasnya mengatur etika dan penerapan ajaran agama pemain di dalam dan luar lapangan.
 
Setelah sebuah harian olahraga di Iran mempublikasi uneg-uneg Karimi termasuk perselisihannya dengan manajer karena minum saat latihan di siang hari.
 
Dalam berita itu, winger yang mencetak gol ketiga terbanyak di timnas itu juga dilabeli pemain ‘kontroversial’ karena memakai ikat lengan hijau di kualifikasi Piala Dunia sebagai dukungan terhadap aksi protes pemilihan presiden yang dianggap curang.
 
Hasilnya? Setelah peristiwa itu Ali Karimi yang biasa bermain di posisi gelandang serang dipaksa menempati posisi 'aneh.' Saat melawan Esteghlal, Ali Karimi bermetamorfosa sebagai pemain belakang, alias bek.
 
Setelah ditelusuri, keputusan itu ternyata bukan berasal dari Tubmakovic, pelatih Steel Azin, tapi datang dari manajer klub Mostafa Ajorloo. Kontan saja Karimi berang. Usai pertandingan Karimi langsung mengumbar kekesalannya terhadap Mostafa di hadapan media.
 
“Seorang bintang tidak akan bisa membuat klub sukses sendirian. Manajer klub yang baik yang bisa membawa nuansa profesional lah yang bisa memecahkan masalah.
 
"Sebagai contoh, Steel Azin tidak bisa membaw fans ke stadion dengan pemaksaan atau memberikan insentif makanan. Tidak ada klub yang menerima sponsor gratis seperti yang dilakukan Steel Azin,” kecamnya.
 
Pernyataan Karimi membuat klub kebakaran jenggot. Sehari setelah itu klub mengeluarkan keterangan pers yang isinya dengan tegas berbunyi pemecatan terhadap Ali Karimi karena tidak ikut berpuasa.
 
Penjelasan Mostafa lebih keras lagi.Dia menyebut dirinya sebagai komandan tentara revolusi yang memiliki kekuatan besar, dan keyakinan relijius yang kuat.
 
“Saya tidak hanya berwenang mengurus manajemen klub sepakbola, tapi juga persoalan agama dan nilai-nilai etika. Hukuman yang diberikan pada Karimi karena dia melanggar peraturan selama Ramadan,” tandasnya.
 
Tapi alasan relijius itu dianggap hanya akal-akalan Ajorloo yang sebenarnya memecat Karimi karena tidak bisa menerima kritik yang disemburkan pemain top Iran itu. Tidak kurang dari 48 jam setelah pemecatan, mantan petinggi federasi sepakbola Iran, mantan pelatih Steel Azin dan sejumlah teman satu timnya mengecam tindakan Ajorloo dan memberikan dukungan kepada Karimi.
 
Kasus ini kemudian sampai ke telinga FIFA. Lewat AFC mereka menyatakan kekecewaan karena masih melihat agama dan politik mencampuri keputusan di klub.
 
Banyak klub di Iran dipimpin oleh petinggi garda revolusi,  yang bisa kapan saja menyudahi karier sepakbola seorang pemain hebat sekali pun jika dia dianggap tidak taat pada hukum Islam atau bersuara terlalu lantang mengusik politik sepakbola Iran. Sangat sedikit pemain Iran yang berani menentang Arus, tapi Karimi sepertinya tidak peduli.

(Fitra Iskandar)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Bola lainnya