NEWCASTLE United tampaknya belum akan beralih kepemilikan sekarang ini. Padahal, sebelumnya klub sepakbola asal Inggris ini gencar dikabarkan akan dibeli Pangeran Arab Saudi.
Tampaknya rencana Pangeran Salman untuk menjadi pemilik klub tersebut belum akan terwujud. Pasalnya, pihak Premier League –operator kompetisi Liga Inggris– menolak keinginan sang pangeran tersebut.

(Mike Ashley, pemilik Newcastle United)
Alhasil, Mike Ashley yang merupakan pemilik Newcastle mengancam akan menuntut pihak Premier League. Demikian dilansir dari The Sun, Kamis (10/9/2020).
Kesepakatan yang pernah terjadi antara Ashley dengan konsorsium yang digawangi oleh Amanda Staveley dengan nilai 300 juta poundsterling atau Rp5,7 triliun (kurs Rp19.000 per poundsterling) tampaknya bakal "terkubur".
Ashley yang merupakan CEO Sport Direct International, pemilik Newcastle, mengonfirmasi bahwa tawaran konsorsium secara resmi ditolak. Dalam pernyataannya, Ashley menuduh Liga Premier dan CEO-nya Richard Masters bertindak tidak pantas dan mengancam akan mengambil tindakan hukum.
BACA JUGA: 7 Calon Top Skor Liga Inggris 2020-2021, Siapa Saja?
“Newcastle United mengonfirmasi bahwa Liga Premier telah menolak tawaran pengambilalihan yang dibuat oleh PCP Capital Partners, Reuben Brothers dan Public Investment Fund of Saudi Arabia (PIF)," kata dia.
“Kesimpulan ini diambil meski klub (Newcastle) telah memberikan Premier League bukti dan pendapat hukum bahwa PIF adalah lembaga independen dan otonom dari pemerintah Arab Saudi," jelas dia.
“Klub (Newcastle) dan pemiliknya menilai bahwa chief executive Premier League Richard Masters dan pihak Premier League bertindak tidak tepat dan akan mempertimbangkan semua opsi yang tersedia,” kata Ashley.

(Amanda Staveley, hampir beli Newcastle United)
PIF awalnya ditetapkan membeli 80 persen saham di klub berjulul The Magpies, bersama dengan Staveley's PCP Partners dan Reuben brothers yang masing-masing akan mengambil 10 persen.
Tetapi, Premier League mengatakan mereka tidak dapat menyetujui kesepakatan itu dengan alasan pembajakan setelah menyimpulkan bahwa negara Saudi dan PIF bukanlah badan hukum yang terpisah.
(Fetra Hariandja)