Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Mengakarnya Budaya "Sepakbola Gajah" di Indonesia

Bramantyo , Jurnalis-Kamis, 30 Oktober 2014 |19:40 WIB
Mengakarnya Budaya
PSS dan PSIS bukan satu-satunya laga "sepakbola gajah" (Foto: Antara)
A
A
A

KARANGANYAR - Mantan pengurus PSSI Karanganyar, Jawa Tengah Bambang Sumantri mengatakan, “sepakbola gajah” atau pengaturan skor pertandingan sulit untuk diberantas hingga tuntas selama tak ada campur tangan dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).

Menurut Bambang, sudah waktunya Menpora melakukan revolusi mental di dunia olah raga, khususnya sepakbola. Pasalnya "sepakbola gajah" atau pengaturan skor, tak hanya melibatkan kesebelasan yang bermain.

Namun hampir seluruh perangkat pertandingan, mulai dari Pengawas Pertandingan (PP), wasit cadangan, para penjaga garis dan tentu saja seluruh pemain, pelatih hingga manajer terlibat dalam permainan sepak bola gajah.

Sehingga, Bambang melihat seharusnya tidak hanya PSS Sleman dan PSIS saja yang dihukum. Tapi seluruh perangkat pertandingan saat itu juga harus dihukum

"Sudah waktunya Menpora melakukan revolusi mental di dalam tubuh PSSI. Panggil semua yang terlibat didalamnya. Mulai dari pengawas pertandingan,wasit hingga seluruh pengurus pertandingan. Beri penataran untuk mereka semua,kalau ingin sepak bola Indonesia maju," papar Bambang Sumantri, saat ditemui Okezone, di Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (30/10/2014).

Bambang mengakui apa yang diutarakan tersebut tak terlepas dari pengalaman pihaknya di Persika Karanganyar.

Tak adanya lagi sumber APBD, mengharuskan klub yang dananya minim untuk mencari tambahaan dari luar klub untuk membayar gaji para pemain, perjalanan tandang klub, hingga operasional klub seperti membayar listrik hingga air bersih.

Mengharuskan klubnya melakukan permainan "sepakbola gajah". Apalagi saat ini, klub sepak bola itu seperti sebuah perusahaan yang dituntut untuk mencari pendapatan sendiri tanpa menggantungkan kucuran dana dari APBD.

"Waktu dulu untuk kartu merah atau memukul wasit, harus membayar denda sebesar Rp 10 juta. Sedangkan untuk kartu kuning harus membayar Rp 3,5 juta. Tidak tahu sekarang berapa. Dan itu semua uang dari mana,"ujar Bambang yang mengaku duduk di PSSI Karanganyar sejak tahun 2006 - 2010.

Secara terang-terangan, Bambang mengakui kalau klub Persika sendiri sering melakukan "sepakbola gajah". Hal itu dilakukan, karena dari hitung-hitungan nilai, klubnya tak memiliki peluang melaju ke babak selanjutnya. Sedangkan, dari klub lawan sangat berambisi untuk maju.

Begitu pun sebaliknya, Persika berambisi maju dan klub lawan tidak berambis maju, maka diaturlah skor permainan. Bahkan transaksi pengaturan nilai pertandingan dengan wasit utama itu dilakukan di dalam kamar hotel.

Setelah dicapai kesepakatan nilai nominalnya, maka pengaturan skor pertandingan pun dilakukan. Hanya saja pengaturan skor itu dilakukan secara cantik tidak terang-terangan seperti yang dilakukan PSS Sleman dan PSIS.

"Setelah kita jemput PP, kita cari wasitnya dan kita cukup bilang, 'bang poin ya' maka wasitpun sudah paham. Dan biaya terbesar itu ada di wasit. Terus terang waktu itu kita butuh dana Rp 50 juta untuk bayar listrik dan air. Dan terjadilah kesepakatan dengan lawan, saat itu kita kalah 11 - 3 dari klub semarang,"paparnya.

Permainan "sepakbola gajah" tidak hanya terjadi di pertandingan sepak bola profesional seperti yang terjadi di laga PSS dan PSIS. Namun, hal tersebut juga terjadi di tingkat pertandingan kampung (Tarkam).

Tentu saja tarif untuk wasitnya lebih rendah dibandingkan dengan wasit pertandingan profesional. Namun meski bayarannya rendah, wasit mendapatkan dua bayaran. Bayaran dari tim yang ingin menang dan bayaran dari para penjudi yang menaruh taruhannya.

"Ini yang akan kita desak pada Menpora untuk segera melakukan revolusi mental. Kalau mau sepakbola nasional maju,"pungkasnya.

(Fetra Hariandja)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita bola lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement