Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Melacak Jejak Macassaarsche Voetbal Bond (2)

Arpan Rachman , Jurnalis-Selasa, 04 Februari 2014 |08:00 WIB
Melacak Jejak Macassaarsche Voetbal Bond (2)
Kliping koran (atas). Buku Telepon Makassar Mei 1939 (bawah).(Sumber: Arsiparis KITLV Leiden Nico van Horn)
A
A
A

SEPAKBOLA di Kepulauan Nusantara pertama kali dimainkan di Medan. Di sana, pada 16 November 1887, klub Gymnastiek Vereeniging berdiri. Selain olahraga senam, anggotanya mulai bermain kriket dan sepakbola, selanjutnya tenis dan atletik. Pada awal 1890, sebuah tim dari Penang berlayar menyeberangi Selat Malaka untuk memainkan pertandingan kriket di pagi hari (Penang menang) dan pertandingan sepakbola di sore hari (berakhir seri).
 
Beberapa tahun kemudian kegiatan komunitas Eropa itu terhenti karena terbentuknya klub bersepeda (Deli Wielrijders Club) pada 1893. Sepakbola hanya sedikit atau bahkan tidak pernah dimainkan lagi di Medan sampai munculnya Sumatera Oostkust Sport Club (lebih dikenal sebagai SOK atau hanya Sportclub) pada 1 Juni 1899. 
 
Setelah dua dekade permainan si kulit bundar bergulir di Hindia Belanda, banyak kota besar telah membentuk federasi dan memutar kompetisi liga. Pada 20 April 1919, empat federasi sepakbola di Jawa (Batavia, Surabaya, Bandung, dan Semarang) bergabung mendirikan NIVB (Nederlandsch-Indische Voetbal Bond) atau Persatuan Sepakbola Hindia Belanda.
 
Statuta organisasi itu disetujui oleh keputusan pemerintah Belanda pada 20 Oktober 1919. NIVB didaftarkan ke FIFA pada 15 April 1924, lalu memperoleh afiliasi resmi badan sepakbola dunia pada 24 Mei 1924. Hindia Belanda pun menjadi koloni Belanda pertama yang mendapatkan keanggotaan FIFA, lima tahun sebelum Suriname dan delapan tahun sebelum Curaçao.  
 
Keanggotaan NIVB dengan cepat meningkat pesat. Pada 1930 memiliki tujuh anggota federasi di Jawa (selain empat kota pendirinya, ditambah Malang, Yogya, dan Sukabumi). Di tahun itu juga Makassar (Sulawesi) diajak bergabung sebagai anggota asosiasi bersama tiga federasi lain: Sumatera Timur (berbasis di Medan), Banjarmasin (Kalimantan), terakhir Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB, federasi Cina yang berbasis di Semarang). 
 
Lapangan bertanding di Makassar saat itu tampaknya baru ada satu. Koningsplein (atau kini disebut Lapangan Karebosi) milik Excelsior. Menurut Nico van Hoorn - ahli arsip di Belanda - pada 1932 sebelas klub sudah berdiri di Makassar. “Stadion baru direncanakan dari tahun 1952, dimulai proses membangun pada 1955 Stadion Prasasti, kemudian Hassanudin Stadion di Matoangin buka 1957, waktu PON IV,” ujar Nico. 
 
Tapi, di sisi lain, mulai muncul konflik di NIVB. Berawal dari 1934 beberapa federasi asal kota kecil bergabung menjadi anggota. Pada Januari 1935, BVB (Bandung) mundur dari NIVB. Pengunduran diri itu diikuti klub Tiong Hoa – juara dari Surabaya – yang tidak senang dengan kompetisi liga regional (diikuti Surabaya, Malang, Blitar, Pasuruan, dan Probolinggo) diselenggarakan NIVB untuk wilayah Jawa Timur setelah SVB (Soerabaja Voetbalbond) menghentikan Liga Surabaya karena sejumlah konflik (klub HBS dan klub Mena Moeria mundur sementara waktu dari federasi kota Surabaya). Klub HNVB juga meninggalkan NIVB pada 1935.
 
Pada Juni 1935, NIVB hanya tinggal punya 5 anggota: Surabaya, Malang, Yogya, Solo, dan Tegal. Padahal setahun sebelumnya, kesebelasan NIVB sempat jadi peserta Far Eastern Games di Manila. Pada Juli 1935, NIVB ditutup dan digantikan NIVU (Nederlandsch-Indische Voetbal Unie) sebagai asosiasi sepakbola resmi di Jawa. NIVU resmi jadi anggota FIFA, Mei 1936. Tapi tidak seperti NIVB, NIVU juga mengundang federasi di luar Jawa untuk menjadi anggota penuh, seperti Makassar, Medan, dan Padang pada 1936. 
 
Beberapa pemain dari Makassar lantas dipanggil memperkuat tim yang akan berangkat ke Filipina mengikuti kejuaraan di sana pada 1935. Tim tersebut diseleksi di Surabaya bersama para pemain pilihan asal Surabaya dan Malang.
 ***
Misteri Sagi dan Sangkala
 
Sampai pada pencarian terakhir – sejauh ini – Sagi dan Sangkala belum jelas diketahui bagaimana kiprahnya di klub Macassaarsche Voetbal Bond. Siapa sebenarnya mereka itu dan dari daerah mana asalnya? Apa ada gerangan keturunannya masih hidup sampai hari ini di sekitar Sulawesi Selatan?
 
Kalau kita memperkirakan kurun waktu hidup mereka, maka akan didapat kemungkinan seperti ini: Pada 1915 disebutkan mereka bermain untuk MVB. Itu artinya usia keduanya antara 17-25 tahun. Seorang pemain paling lama bermain selama antara 10-12 tahun sudah maksimal kariernya.  
 
Berarti di tahun 1935, umur mereka berada di kisaran 37-45 tahun. Jadi, rasanya kecil kesempatan mereka ikut serta bertanding ke Filipina bersama tim yang diseleksi dan diberangkatkan dari Surabaya karena usia keduanya sudah melewati usia emas prestasi bagi seorang pesepakbola.   
Perkiraan paling masuk akal ialah kedua pemain itu pernah bertanding lawan Australia dalam panggung internasional pertama di Makassar pada 2 Juli 1928. Juga ikut bermain atau hanya menjadi cadangan pada laga kedua, 24 September 1931. 
 
Mungkin masih banyak sumber keterangan lain perlu digali untuk mencari tahu tentang kiprah para pemain di era awal abad 20 dalam klub sepakbola bernama MVB yang kini terkenal sebagai PSM Makassar.  
 
Sebuah arsip berbentuk “Buku Telepon Makassar Edisi Mei 1939 – Diperbarui sampai 20 April 39” setidaknya menunjukkan suatu petunjuk yang penting. Dalam deretan “Daftar Nama Pelanggan” tepat di halaman 19 tercantum bahwa klub Makassaarschse Voetbalbond memiliki Sekretaris yang beralamat di Lageweg 59 dengan nomor telepon Ms 537. (Bersambung)

(Fitra Iskandar)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita bola lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement