Simon sendiri baru mendapat paspor Belanda pada 1976. Status itu diberikan pemerintah Belanda kepada keluarga Simon.
Menurut pengakuan Simon, sejak datang ke Belanda pada 1951, orang-orang Maluku tidak memiliki kewarganegaraan.
Sebelum menapaki dunia kepelatihan, Simon sempat memperkuat beberapa klub di Belanda maupun Belgia. Seperti Ajax Amsterdam, Feyenoord, VAC Beerschot, dan Germinal Ekeren.
Berbagai trofi pun berhasil dimenangkan selama dua dekade berkarier sebagai pesepakbola. Di antaranya tiga trofi Eredivisie, Piala Belanda bersama Ajax Amsterdam, dua Liga Belgia, Piala Belgia, dan Piala Super Belgia bersama Standard Liege.
Simon memutuskan gantung sepatu pada tahun 1996 dan Germinal Ekeren jadi klub terakhir yang dibela oleh pemain penyerang sayap ini.
Setelah itu Simon terjun ke dunia kepelatihan. Pria yang diisukan akan jadi Dirtek Timnas Indonesia tersebut lebih sering melatih tim-tim junior, macam Standard Liege, Beerschot, Al-Ahli, dan Ajax Amsterdam.
Tercatat, Simon paling lama menukangi sebuah tim, yakni dari 2014 hingga 2024 di Ajax Amsterdam. Namun, pria yang juga memiliki darah Belgia itu resmi berpisah dengan klub berjuluk de Godenzonen tersebut pada 29 Februari 2024.
Demikian ulasan mengenai kisah Simon Tahamata, calon Dirtek Timnas Indonesia yang lahir di barak Kamp Vught dan berstatus keluarga Kerajaan Hindia Bel
(Djanti Virantika)