“Kemudian lini belakang mereka, masih aja mainin Jan Vertonghen dan Toby Alderweireld, dua pemain yang bermain di kampungnya sendiri (klub). Itu artinya kan pemain yang kembali ke kampungnya sendiri prestasinya turun,” timpalnya.
“Padahal mereka punya Tielemans, juga tidak banyak digunakan. Artinya banyak pemain muda yang bakatnya bagus tapi tidak berani dipasang Roberto Martinez sejak awal. Itu saya pikir kenapa Belgia sampai gagal,” cuapnya.
Tak jauh berbeda, ia juga menyoroti kinerja Hansi Flick sebagai juru taktik Timnas Jerman. Menurutnya, Jerman tahun ini benar-benar masih meraba kekuatan baru, setelah gagal di Piala Dunia 2018 dan Piala Eropa 2020.
Selain itu, keberadaan Thomas Muller di tim utama cukup dipertanyakan. Padahal, Der Panzer (julukan Jerman) punya segudang pemain muda yang tampil ciamik di Piala Dunia 2022.
“Kalau Jerman lebih coba membangun kembali setelah mereka menjadi juara di 2014, Semifinal Piala Eropa 2016. Mereka kan sempat gagal di Rusia (Piala Dunia 2018), mereka gagal juga di Piala Eropa 2020,” ucap Gita.
“Selain itu, Thomas Muller juga sudah menurun penampilannya, sayang Leroy Sane nggak cepat dipasang. Hansi Flick juga nggak berani pasang Niclas Fullkrug sejak awal, sedangkan Fullkrug itu kan sekarang bikin 16 gol,” timpalnya.
Ia pun cukup menyayangkan Jerman tersisih lebih awal. Selain itu, Gita melihat keberadaan pemain posisi 9 Jerman di masa mendatang jadi pekerjaan rumah utama Der Panzer agar bisa kembali ke persaingan.
“Apapun itu, Jerman kan butuh the real number 9, ya seperti Niclas Fullkrug,” pungkasnya.
(Hakiki Tertiari )