Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Nadia Nadim, Pesepakbola Denmark Berdarah Afghanistan yang Jadi Korban Taliban

Andika Pratama , Jurnalis-Kamis, 19 Agustus 2021 |14:49 WIB
Nadia Nadim, Pesepakbola Denmark Berdarah Afghanistan yang Jadi Korban Taliban
Nadia Nadim pernah hidup di Afghanistan saat Taliban berkuasa (Foto: Instagram/@nadi9nadim)
A
A
A

NADIA Nadim adalah pesepakbola wanita berpaspor Denmark yang memiliki darah Afghanistan. Dia cukup sukses di dunia sepakbola, tetapi dia punya pengalaman buruk sewaktu hidup di tanah kelahirannya, Afghanistan.

Nadia lahir di Herat, Afghanistan, pada 2 Januari 1988. Dia merupakan anak dari Rabani Nadim dan Hamida. Nadia memiliki empat saudara perempuan.

Nadia Nadim tahu rasanya hidup di bawah kekuasaan Taliban (Foto: Instagram/@nadi9nadim)

Keluarga Nadia tinggal di suatu daerah bersama keluarga presiden karena ayahnya punya peran penting dalam militer Afghanistan. Sekadar informasi, Rabani adalah seorang jenderal di Angkatan Darat Afghanistan saat itu.

Namun, kehidupan keluarga Nadia berubah saat Taliban berkuasa pada 2000. Ayah Nadia dibawa Taliban, lalu tidak pernah kembali lagi.

Saat itu, Nadia baru berumur 11 tahun. Dia pun berharap sang ayah kembali, tetapi harapan itu tidak pernah menjadi kenyataan.

“Untuk waktu yang sangat lama, saya pikir dia akan muncul. Ayahku pria tipe, seperti James Bond. Seperti superhero,” kata Nadia pada SPORTbible, Kamis (19/8/2021).

Setelah itu, Nadia melihat sepak terjang Taliban di Afghanistan. Nadia menyebut masa itu sangatlah horror karena kekacauan terjadi di mana-mana.

“Itu benar-benar horor. Kekacauan. Anda mendengar cerita tentang mereka datang. Mereka ingin membawa ketakutan di antara penduduk. Hal-hal yang mereka lakukan gila. Saya tidak melihat semuanya karena kami tidak diizinkan keluar karena ibu saya berusaha melindungi kami, tapi Anda bisa mendengar apa yang sedang terjadi,” ujar Nadia.

Kekacauan tidak membuat ibu Nadia berhenti mencari sang suami yang dibawa Taliban. Pada akhirnya, Hamida pun tahu, bahwa Rabani sudah meninggal dunia.

BACA JUGA: Kacau! Timo Werner Diusir Seorang Fans Chelsea saat Jalani Latihan

“Seperti kebanyakan kediktatoran dalam sejarah umat manusia, jika Anda ingin mempertahankan kekuasaan Anda, Anda harus menyingkirkan siapa pun yang memiliki kekuasaan," jelasnya.

"Ketika Taliban memperoleh kekuasaan, salah satu hal pertama yang mereka lakukan adalah memenggal kepala orang-orang tertinggi di pemerintahan dan ayah saya adalah salah satunya,” ucap Nadia.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita bola lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement