TAHUN 2025 akan selalu dikenang sebagai tonggak baru dalam garis waktu sepak bola Indonesia. Untuk pertama kalinya, bendera Merah Putih berkibar di putaran final Piala Dunia U-17 bukan karena status tuan rumah, melainkan melalui tetesan keringat di jalur kualifikasi yang teramat terjal. Timnas Indonesia U-17 yang dilatih Nova Arianto membuktikan bahwa "Garuda Asia" bukan sekadar julukan, melainkan sebuah identitas baru yang siap menantang dominasi dunia.
Berbeda dengan edisi 2023 saat Indonesia tampil dengan fasilitas "jalur khusus" tuan rumah, tahun 2025 menjadi pembuktian kualitas. Tiket menuju Qatar diraih setelah Putu Panji dan kawan-kawan berhasil menembus babak perempat final Piala Asia U-17 2025. Keberhasilan ini menempatkan Indonesia di Grup H, sebuah grup neraka yang dihuni raksasa Amerika Latin, Brasil, serta dua kekuatan fisik dari benua berbeda, Honduras dan Zambia.
Nova Arianto membawa 21 pemain pilihan yang telah ditempa melalui pemusatan latihan (TC) intensif di Dubai. Meski hasil uji coba di Dubai sempat meragukan, tanpa satu pun kemenangan melawan Paraguay, Afrika Selatan, dan Panama, optimisme tetap membubung saat rombongan tiba di Doha pada 31 Oktober 2025.
Perjalanan di Qatar dimulai pada 4 November 2025 di Aspire Zone. Timnas Indonesia U-17 sempat memberikan harapan besar saat Zahaby Gholy mencetak gol pembuka di menit ke-12 melawan Zambia. Namun, level Piala Dunia memberikan pelajaran pahit tentang konsentrasi. Hanya dalam waktu enam menit (menit 35 hingga 41), fokus yang hilang membuat Zambia membalikkan keadaan menjadi 1-3.
Ujian semakin berat di laga kedua. Berhadapan dengan sang juara bertahan Brasil, Garuda Asia harus mengakui keunggulan teknik dan efektivitas tim Samba dengan skor telak 0-4. Meski kalah, Nova Arianto justru melihat sisi positif.
"Permainan kami jauh lebih matang dibanding laga pertama," ujar Nova usai kekalahan dari Brasil.
Kekalahan ini memang menyakitkan, namun menjadi fondasi mental bagi para pemain muda untuk tidak gentar menghadapi nama besar.
Senin, 10 November 2025, menjadi tanggal yang akan tertulis di buku sejarah. Menghadapi Honduras di laga pamungkas, Indonesia tampil tanpa beban namun penuh determinasi. Drama terjadi di babak kedua melalui aksi saling balas gol penalti. Evandra Florasta membuka keunggulan di menit ke-52, yang sempat disamakan oleh Luis Suazo dua menit berselang.
Puncak euforia terjadi di menit ke-72 ketika Fadly Alberto mencetak gol kemenangan. Skor 2-1 bertahan hingga peluit panjang. Kemenangan ini adalah yang pertama bagi Indonesia sepanjang sejarah partisipasi di Piala Dunia U-17, sekaligus menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara Asia Tenggara yang pernah memetik poin penuh di ajang ini, melampaui catatan masa lalu Thailand.
Harapan untuk lolos ke babak 32 besar sempat membuncah. Dengan koleksi tiga poin, Timnas Indonesia U-17 berharap pada keajaiban di grup lain. Skenarionya rumit: Paraguay atau Arab Saudi harus kalah telak, sementara Uganda dan Cile tidak boleh menang.
Namun, takdir berkata lain. Di laga penentu, Uganda justru mengejutkan dengan mengalahkan Prancis 1-0, dan Paraguay bermain imbang melawan Irlandia. Selisih gol Indonesia yang mencapai -5 (akibat kekalahan telak dari Brasil) akhirnya menjadi batu sandungan. Garuda Asia finis di posisi ke-10 klasemen peringkat tiga terbaik, hanya terpaut sedikit dari zona aman delapan besar.
Kepulangan Timnas U-17 pada 13 November 2025 disambut hangat oleh Ketum PSSI Erick Thohir dan Menkumham Supratman Andi Agtas. Meski perjalanan terhenti di fase grup, tidak ada ruang untuk penyesalan. Nova Arianto menyampaikan permohonan maaf sekaligus rasa bangganya atas proses yang telah dijalani selama dua tahun sejak tim ini dibentuk.
Erick Thohir menegaskan bahwa skuad ini tidak akan dibubarkan. "Kalian adalah kerangka untuk Timnas U-20. Kita akan bersiap untuk menembus Piala Asia U-20 2027," tegasnya.
Tahun 2025 bukan sekadar tentang skor atau klasemen, melainkan tentang pembuktian bahwa talenta muda Indonesia mampu bersaing di level tertinggi. Kemenangan atas Honduras adalah fondasi, dan pengalaman dihajar Brasil adalah pelajaran. Garuda Asia telah terbang tinggi, dan ini barulah awal dari kepakan sayap yang lebih lebar di masa depan.
(Rivan Nasri Rachman)