LONDON – Siapa bilang yang namanya José Mourinho setiap waktu bisa merasa pede? Gaffer Chelsea itu juga bisa bersikap realistis terhadap sejumlah ekspektasi dan ambisi besar, terutama jika sudah bicara di pentas Champions League.
Untuk musim ini, tanpa mengurangi rasa hormat kepada fans dan pemilik klub Roman Abramovich, Mou – sapaan Mourinho, belum berani menjanjikan gelar Eropa untuk “Si Biru” musim ini.
Mou bahkan menganalogikan komposisi skuadnya bagaikan telur-telur yang belum siap menetas. Meski masih dihuni beberapa pemain veteran, memang diakui skuad Chelsea musim ini terbilang “hijau” – kurang pengalaman, terlebih di kancah Champions League. Kiranya, kondisi itu pun nyaris serupa dengan musim 2007 silam di era pertama kepelatihan Mou di Chelsea.
“Segalanya tentang omelet dan telur. (Chelsea) belum punya telur maupun omelet. Dan (meraih gelar) tergantung dari bagaimana kualitas telur-telur itu sendiri,” ujarnya kala itu.
Begitupun musim ini di mana Mou, merasa skuad mudanya masih butuh waktu untuk mematangkan mental yang tentunya berbeda dari panggung domestik (Premier League). Kendati begitu, Mou juga percaya prospek timnya yang sedianya hanya butuh waktu untuk mencapai level tertinggi usai melewati “musim dingin” (baca: proses kematangan di masa sulit).
“(Skuad) berisi telur-telur yang indah. Telur-telur yang masih butuh induknya, dalam hal ini, seorang Ayah untuk memperhatikan mereka, untuk menjaga mereka tetap hangat selama musim dingin, untuk membawakan selimut dan bekerja meningkatkan (level) mereka,” tutur Mou.
“Suatu hari nanti, momen itu akan tiba di mana cuaca berubah, matahari mulai bersinar dan Anda menetaskan telur-telur yang sudah siap dengan kehidupan (karier) di level teratas,” lanjutnya, sebagaimana disadur Standard, Rabu (18/9/2013).
Banyak yang mengatakan comeback Mou ke Chelsea merupakan upaya pelatih nyentrik itu untuk menuntaskan obsesi gelar Eropa yang sempat gagal dipersembahkannya pada rezim 2004/07 lalu. Tapi Mou menampik opini tersebut karena merasa kondisi The Blues sekarang jelas berbeda.
“Saya tak pernah merasa punya urusan yang belum rampung. Sekarang situasinya berbeda. Saya tak punya obsesi dan saya tak ingin tim saya memilikinya juga. Target itu jadi satu hal, tapi obsesi jadi sesuatu yang berbeda,” sambung Mou.
“Target utama tim haruslah proses melangkah maju, sebuah proses yang harus dicapai sebuah tim, sebuah filosofi, identitas dan gaya bermain. Itu bab pertama dari bagian target itu sendiri. Jika bisa menang, kami senang. Tapi jika menang dan tak menuju arah yang benar, maka kami harus memperbaikinya,” tuntasnya.
(Randy Wirayudha)