YOGYAKARTA - Ketua Komite Olah Raga Nasional (KONI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo menilai laga pertandingan antara PSS Sleman kontra PSIS Semarang yang digelar di Sasanan Krida Akademi Angkatan Udara, Minggu (26/10/2014) lalu jelas telah menodai dunia olahraga, terutama sepakbola.
Selain menyesalkan terjadinya "sepakbola gajah" dalam laga tersebut, Prabukusumo menilai bila kedua kesebelasan sama sekali tidak menunjukan sportivitas dalam olahraga.
Hanya karena untuk menghindari tim lawan selanjutnya, yang mereka anggap kekuatannya di atas kedua tim yang berlaga, PSS Sleman dan PSIS Semarang, maka keduannya menerapkan permainan "sepakbola gajah" atau pengaturan skor akhir pertandingan.
"Apa yang ditunjukan kedua tim ini, sudah menunjukan kalau keduannya tidak memiliki jiwa sportivitas. Bila kedua tim ini memiliki jiwa sportivitas, maka keduanya tidak mungkin menerapkan permainan kotor. Jelas apa yang mereka tunjukan itu telah menodai sportivitas olahraga," papar Prabukusumo saat dihubungi Okezone, Selasa (28/10/2014).
Menurut Prabukusumo, sepakbola itu adalah permainan sebuah tim. Sehingga seharusnya, para pemain ini tak memiliki pemikiran bila timnya tersebut merupakan tim cadangan atau pemain cadangan.
Tetapi, seharusnya keduanya memiliki pemikiran bila kehadiran mereka di laga sepakbola nasional tersebut untuk tampil sebagai juara.
Tapi sayangnya, menurut Prabukusumo, PSS Sleman maupun PSIS Semarang jelas bila keduanya tidak memiliki mental juara.
Jika keduannya memiliki mental juara, maka keduannya tidak mungkin menerapkan permainan kotor seperti yang ditunjukan pada Minggu lalu.
Lahirnya juara baru, baik juara dunia tingkat internasional, Asia, Asia Tenggara maupun Nasional, lahir setelah sebelumnya mengalahkan juara sebelumnya.
Tanpa mengalahkan juara sebelumnya, tentu saja juara baru tidak mungkin ada. Dengan satu catatan, ada keberanian, keseriusan dan keinginan bersama untuk tampil sebagai juara baru.
"Lah, ini kok malah berusaha menghindari lawan yang dianggap lebih tangguh jadi harus dihindari. Lahirnya juara baru itu, baik tingkat dunia, Asia, Asia Tenggara, maupun nasional itu kan mengalahkan juara sebelumnya. Seharusnya mereka pun begitu," pungkasnya.
(Fajar Anugrah Putra)