ADA 6 poin kerjasama PSSI dengan operartor Liga Jerman (DFL) yang diungkap Erick Thohir. Salah satunya berkaitan dengan regenerasi pemain muda Indonesia.
Rabu, 7 Juni 2023, Erick Thohir beserta jajaran PSSI bertolak ke Frankfurt, Jerman. Di sana, Erick Thohir dan kolega berjumpa DFL untuk membahas kerjasama sepakbola Indonesia dan Jerman.
Hasilnya pun sangat positif. Ketua Umum PSSI tersebut membeberkan, setidaknya ada enam poin penjajakan kerjasama PSSI dan DFL. Lantas, apa saja itu?
Berikut 6 poin kerjasama PSSI dengan operator Liga Jerman:
6. Manajemen Liga dan Klub
Liga Jerman dikenal dengan klub yang memiliki manajemen mumpuni. Sebut saja tim sekelas Bayern Munich, Borussia Dortmund, dan Eintracht Frankfurt. Ketiga tim itu bisa dikenal dunia, sebab memiliki manajemen yang baik dalam internal klub mereka.
Oleh karena itu, Erick Thohir belajar banyak dari DFL perihal hal tersebut. Dengan harapan klub-klub di Indonesia bisa meniru bagaimana sebuah tim bisa mengatur organisasinya dengan baik.
5. Manajemen Stadion
Tak hanya manajemen klub saja, Erick Thohir juga menjajaki kerjasama soal manajemen stadion. Di Jerman, hampir setiap klub memiliki stadion sendiri.
Hal itu tak terlepas dari baiknya pengelolaan stadion yang bisa digunakan untuk publik. Jika sebuah stadion punya fasilitas bagus, tentu akan memanjakan penonton yang hadir.
Jika penonton dimanjakan, bukan tak mungkin para suporter akan loyal mendukung klubnya berlaga langsung di stadion. Seandainya itu bisa diterapkan di Indonesia, bukan tak mungkin ke depannya tiap klub punya stadionnya masing-masing.
Dampak jangka panjangnya adalah rantai sepakbola Indonesia bakal berjalan profesional. Dengan harapan klub bisa berdiri sendiri berkat sokongan dari suporter loyalnya.
4. Lisensi Klub
Selain soal manajemen liga dan klub, ada juga poin penting mengenai lisensi klub. Perlu diketahui, lisensi klub ini amat penting bagi eksistensi dari sebuah tim di kancah sepakbola internasional.
Meski klub di Indonesia terbilang banyak, klub yang punya lisensi bisa dihitung jari. Akibat dari lisensi klub yang tak memadai, akan berdampak pada eksistensi mereka di kancah internasional.
Semisal, sebuah klub gagal mentas di kancah Liga Champions Asia atau AFC Cup karena lisensi. Padahal dua turnamen itu sangat bergensi di tanah Asia. Jika bicara jangka panjang, tim yang ikut kompetisi internasional bisa ambil keuntungan secara material.
Oleh karena itu, Erick Thohir berharap lisensi klub ini benar-benar bisa diterapkan di Indonesia. Dengan demikian tidak ada lagi kegaduhan, klub Indonesia gagal mentas di kancah internasional karena tak punya lisensi.
3. Keamanan Suporter
Poin berikutnya soal keamanan suporter. Sepakbola merupakan salah satu olahraga yang digemari banyak pencintanya. Hanya saja, jika tak diatur, suporter pendukung bisa liar tak karuan.
Hal itu yang masih terjadi di Indonesia. Seharusnya, klub dan suporter sama-sama mendukung, baik dari sisi kenyamanan juga kemanan.
Sebab demikian, Erick Thohir juga mengambil banyak pelajaran dari sistem keamanan suporter di Jerman. Dengan begitu, tidak ada lagai kericuhan, seperti peristiwa kelam Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 silam.
2. Media dan Publikasi
Tak soal liga dan klub saja, ada juga perihal media dan publikasi. Sejauh ini media berperan penting dalam mempublikasikan informasi mengenai Liga, klub, hingga Timnas di Indonesia.
Semakin tiga variabel tersebut dibicarakan, semakin besar juga pencinta sepakbola dunia mengetahui tentang sepakbola Indonesia. Oleh sebab itu, Erick Thohir belajar banyak cara media dan publikasi dari DFL.
1. Pengembangan Pemain Usia Muda
Liga Jerman dikenal memiliki pembibitan pemain usia muda yang sangat bagus. Ketika bertolak ke Jerman, Erick Thohir belajar banyak soal pembibitan usia muda dari klub Eintracht Frankfurt.
Erick Thohir menyoroti bagaimana fasilitas penunjang pemain muda berkembang di Eintracht Frankfurt. Salah satu poin pentingya, Eintracht Frankfurt sudah memiliki bibit pemain muda sejak usia 9 tahun!
Ke depannya, sang pemain muda akan terus dilatih sampai tingkat profesional. Ambil contoh nama seperti Mario Gotze, Kevin Trapp, atau Christopher Lenz, yang merupakan produk akademi Eintracht Frankfurt.
“Dijelaskan oleh mereka, pemain usia muda mereka bermain di lapangan besar mulai dari usia 15 tahun ke atas. Sedangkan dari usia 9 hingga usia 13 di lapangan kecil dan hanya untuk bermain sepakbola tanpa mengenal lebih dalam tentang teknik dll,” ucap Erick Thohir dikutip dari laman resmi PSSI.
Ilmu soal pembibitan usia muda tentu sangat penting bagi sepakbola Indonesia. Dengan harapan muncul pemain muda asli Indonesia yang masuk skuad Timnas Indonesia ke depannya.
(Hakiki Tertiari )