EPIC comeback! Demikian tajuk pemberitaan media setelah Liverpool menghajar Barcelona 4-0 di leg kedua Semifinal Liga Champions 2018-2019, Rabu 8 Mei dini hari WIB. Betapa tidak, Si Merah sukses melenggang ke Final Liga Champions setelah tertinggal 0-3 dari leg pertama.
Pujian lantas mengarah kepada Jurgen Klopp selaku peracik strategi Liverpool. Pria asal Jerman itu dinilai sukses memenangi pertarungan strategi melawan koleganya, Ernesto Valverde. Sebab, jarang-jarang Barcelona bisa kalah dengan margin yang besar seperti itu.
Kemenangan telak tersebut terasa semakin manis karena Liverpool bermain tanpa dua andalannya di lini depan, Roberto Firmino dan Mohamed Salah. Namun, Georginio Wijnaldum dan Divock Origi mampu mengisi kekosongan tersebut dengan masing-masing mencetak dua gol.
(Baca juga: Jose Mourinho Kritik Taktik Pelatih Ajax Amsterdam)
Berikut adalah lima taktik brilian Jurgen Klopp yang membuat Barcelona keok dengan skor telak, melansir dari Sportskeeda, Kamis (9/5/2019).
5. Pemilihan Pemain
Absennya Firmino dan Salah tentu membuat kepala Jurgen Klopp pusing. Kehadiran kedua pemain tersebut sangat krusial di lini depan, terutama Mo Salah yang kembali menjadi top skor klub pada musim 2018-2019.

Beruntung bagi Klopp, Divock Origi tengah on fire setelah mencetak gol kemenangan di akhir pekan saat menghadapi Newcastle United. Pemain asal Belgia itu sukses menjawab kepercayaan sang pelatih ketika dipercaya memimpin lini depan.
Kejeniusan Klopp dalam pemilihan pemain adalah dengan memainkan Xherdan Shaqiri untuk mengisi peran yang ditinggalkan Mo Salah. Kombinasi di lini tengah juga sangat brilian. Fabinho, James Milner, dan Jordan Henderson mampu mengunci lini tengah Barcelona sepanjang laga.
4. Pemain pengganti
Pergantian pemain kerap menjadi kunci memenangi pertandingan. Selain memberi tenaga baru, masuknya pemain pengganti bisa mengubah jalannya laga. Cederanya Andy Robertson menjadi pemicu perubahan taktik Jurgen Klopp di babak kedua.
Ia memasukkan Georginio Wijnaldum dan menggeser James Milner untuk mengisi posisi Andy Robertson di fullback kiri. Kehilangan bek asal Skotlandia itu terasa pada sedikit terhambatnya serangan Liverpool dari sayap kiri yang biasa diperankan Robertson.

Beruntung, Wijnaldum mencetak dua gol cepat di babak kedua sehingga Barcelona semakin goyah ketika kedudukan berubah menjadi 3-0 (3-3 secara agregat). Masuknya Joe Gomez dan Daniel Sturridge pada penghujung laga, semakin menjaga keseimbangan Liverpool.
3. Menetralisir Lionel Messi
Manchester United gagal saat mencoba menetralisir Lionel Messi pada dua leg babak perempatfinal. Liverpool juga sebetulnya kurang sukses menghentikan La Pulga di leg pertama. Namun, cerita berbeda terjadi di Stadion Anfield.

Pengalaman di leg pertama membuat Klopp lantas memutuskan untuk tidak memberi Messi banyak ruang ketika memegang bola. Ia memerintahkan para pemain Liverpool untuk mengurung Lionel Messi sehingga tidak leluasa mengoper bola alias mematikan jalur operan.
Ketika bola hinggap di kaki Messi, Milner dan Fabinho selalu berada di sekelilingnya. Saat pemain asal Argentina itu masuk kotak penalti, Virgil van Dijk sudah siaga mengantisipasi. Alhasil, pemain berusia 31 tahun itu seperti menghilang di Stadion Anfield.
2. Sepakbola Menekan
Salah satu karakter Liverpool di bawah asuhan Jurgen Klopp adalah memainkan sepakbola menekan (pressing). Tekanan bahkan sudah diberikan sejak lawan memegang bola di wilayah pertahanan sendiri. Kombinasi tenaga dan kecepatan pemain-pemain Liverpool sangat cocok untuk menjalankan taktik tersebut.

Walau baru saja bermain dengan intensitas tinggi melawan Newcastle United pada akhir pekan di Liga Inggris, Liverpool tidak kehilangan identitas tersebut. Jordan Henderson dan kawan-kawan tampil gagah berani dengan pressing tinggi demi menghambat Barcelona.
Statistik membuktikan hal tersebut. Para pemain Liverpool setidaknya berlari 8 kilometer (km) lebih banyak dari rata-rata personel Barcelona. Data itu menunjukkan daya jelajah yang tinggi dari Si Merah demi menutup ruang bagi Blaugrana.
1. Serangan Sporadis
Bermain terbuka sesungguhnya adalah bunuh diri saat melawan Barcelona dengan Lionel Messi-nya. Sedikit saja ada ruang, maka mereka akan siap membunuh lawan. Namun, strategi menekan yang dipadu serangan sporadis ala Jurgen Klopp, sukses mematikan Barcelona.

Gol cepat Divock Origi pada menit ketujuh sedikit banyak berperan untuk menjatuhkan mental Barcelona. Meski musuh masih bisa bertahan dengan baik, Liverpool terus menggedor lini pertahanan yang digalang Gerard Pique tanpa ampun.
Hasilnya baru dipetik pada babak kedua. Gol cepat lagi-lagi menjadi kunci. Georginio Wijnaldum mencetak dua gol yang hanya berjarak dua menit. Tertinggal 3-0 membuat mental Barcelona runtuh hingga akhirnya Divock Origi mencetak gol penentu di menit ke-79.
(Fetra Hariandja)